RINDU DALAM ABU-ABU

Di saat semua mulai melamban, alunan musik mengingatkan ku pada masa di mana saya banyak menangis tentang diriku. Mau tidak mau, saya pernah berada dalam bagian kemunafikan. Di saat music mulai mengalunkan powernya, saya mulai merasa berirama dalam meyakinkan keindraan ini. Probabilitas dasarnya berada pada sebuah darah yang mengalir dengan alunan angin di mana bintang bertaburan rapi dan sembarang.

Kemudian ada saat dimana semua itu mulai menyelimuti suasana untuk menggariskan batas yang kuat mendasari pandangan ini. Terasa aneh tapi unik, lalu berngiang di antara tanah yang jadi pijakan. Ada suatu kemungkinan yang ingin di gapai dalam moment yang singkat ini. Kesalahan menjadi sesuatu yang salah namun tetap dibenarkan dalam perspektif berbeda begitupun sebaliknya. Saya hanya yakin ada kesempatan untuk mendapatkan sekat yang membedakan keduanya walaupun itu sangat tipis. Apakah ini yang jadi destinasi dalam moment ini ?? Kenyataannya belum menjawab.

Ada debaran di atas angin yang berhembus di malam itu. Selimut mulai tak berguna untuk menahan dinginnya suasana disaat semua mulai melamban. Tetes air mata mulai menetes untuk nostalgia tapi semangat membakar kering air mata itu untuk menatap ke depan. Tapi seseorang yang asing mulai berbisik ‘tatapan saja tak cukup, mulailah melangkah’. Persetujuan mulai menggeliat dalam otakku dan tak lagi berdebat banyak dengan tiga sisi lainnya dari diriku.

Pikiran mulai berpisah ibarat ruang rapat direksi. Empat orang yang sama persis mulai berkhayal kembali dalam kekerabatan yang diikat dengan darah. Kasih sayang dan belenggu menjadi pertimbangan yang rumit.

Diriku yang satunya mulai memikirkan senyuman dirinya yang selalu mengalir untuk memperkuat langkah. Kami lah yang akan merubahmu menjadi sesuatu yang berguna untuk unsur. Lalu keputusan muncul, saya harus mendatangimu dalam kenyataan yang rumit hingga pasti tak akan ada penyesalan yang bisa diterima dengan konklusi berbeda, sederhana, dan tak berdasar. Semuanya harus ironis dalam pertemuan yang mengundang indahnya sebuah kekecewaan. Hingga kita bersua semoga doa ini tetap mengiringi di saat jauh untuk sebuah kerinduan. 

This entry was posted on Tuesday, January 10, 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “RINDU DALAM ABU-ABU”